Tanggal 18 sampai 22 Desember 2011 lalu, aku kembali ke Yogja dan Solo. Tujuan utamanya karena ingin menonton pertunjukkannya Papermoon Puppet Theatre: Secangkir Kopi Dari Playa. Aku kebagian tiket tanggal 19 Desember Pk. 20.00 Wib. Ini catatanku dari pertunjukkan yang bener-bener berkesan buatku :)
Jarak dari Minggiran dan Kedai Kebun, kurang dari 500m, namun malam itu (19/12) Yogjakarta basah. Hujan tak kunjung berhenti, meski rintik tapi cukup kerap. Dari lima tiket yang sengaja kubeli, hanya dua saja yang ternyata terpakai. Tanpa Akum, Gendis memutuskan ikut meski terlihat ragu. Mas Sudi, mengantarkan aku dan Gendis ke Kedai Kebun, tempat berkumpul para penonton yang akan menonton pertunjukkan Papermoon Puppet Theatre: Secangkir Kopi Dari Playa. Sesampai di Kedai Kebun, antusiasku bertambah karena bertemu teman-teman. Sementara mata Gendis mulai berkaca-kaca ketika menyadari dialah satu-satunya anak kecil di ruangan itu. "Tante aku mau pulang," katanya hampir terisak. Aku tidak bisa memaksanya tetap ikut menonton pertunjukkan ini. Ya sudah, aku hubungi mas Sudi untuk menjemput Gendis kembali. Tak lama malah bapaknya muncul. Rupanya Gendis mengsms bapaknya juga, minta di jemput.
Bapaknya Gendis datang dengan temannya, Lipi, seorang seniman perempuan dari Bangladesh. Lipi begitu antusias ketika diberi tahu soal pertunjukkan puppet yang akan kami tonton bersama. Ada tiga tiket menganggur di tanganku. Sepertinya sebelum pertunjukkan dimulai aku harus jadi 'calo' dulu nih. Aku akan merasa berdosa jika tiga tiket ini nganggur sia-sia di tanganku. Beberapa menit kemudian datanglah Dua orang yang ingin sekali menonton namun sudah kehabisan tiket. Penjaga tiket memberitahukan pada mereka bahwa aku masih punya tiga tiket menganggur. Akhirnya hanya satu tiket saja di tanganku. Berharap masih ada yang membutuhkannya sebelum waktu pertunjukkan di mulai.
Sampai Pk. 19.45 tak ada penonton susulan yang datang. Pemandu perjalanan bernama Wulang Sunu, meminta para penonton yang berjumlah 19 orang itu untuk masuk ke dalam bis, karena pertunjukkan bukan di Kedai Kebun, namun di sebuat tempat yang sangat dirahasiakan. Persis seperti perjalanan wisata, Sunu menjelaskan hal-hal menarik yang di lewati sepanjang jalan, termasuk warung angkringan favoritnya dengan menu sate usus kesukaannya. Mini bus membawa para penonton masuk ke jalan Imogiri dan berhenti di sebuah toko barang antik yang lebih menyerupai gudang. Rasanya agak janggal, mengunjungi toko barang antik di malam hari dengan penerangan lampu TL yang membuat barang-barang antik itu terlihat sangat tua dan muram. Salah satu pengelola toko datang menyambut tamu-tamu dan sibuk mempromosikan mebel-mebel antik yang ada di situ. Tidak ada tanda-tanda pertunjukkan akan di gelar di tempat itu. Sunu kemudian mengajak penonton untuk kembali menaiki bis. Masih ada barang antik lainnya yang bisa di tengok di gudang belakang, hanya saja jalan menuju ke gudang itu tergenang air. Aku perhatikan Lipi yang duduk di sebelahkan. Dia tampak penasaran dalam diamnya. selanjutnya baca di sini
Secangkir Kopi Dari Playa, Ketika Ideologi Kehilangan Rasa Cinta
Jarak dari Minggiran dan Kedai Kebun, kurang dari 500m, namun malam itu (19/12) Yogjakarta basah. Hujan tak kunjung berhenti, meski rintik tapi cukup kerap. Dari lima tiket yang sengaja kubeli, hanya dua saja yang ternyata terpakai. Tanpa Akum, Gendis memutuskan ikut meski terlihat ragu. Mas Sudi, mengantarkan aku dan Gendis ke Kedai Kebun, tempat berkumpul para penonton yang akan menonton pertunjukkan Papermoon Puppet Theatre: Secangkir Kopi Dari Playa. Sesampai di Kedai Kebun, antusiasku bertambah karena bertemu teman-teman. Sementara mata Gendis mulai berkaca-kaca ketika menyadari dialah satu-satunya anak kecil di ruangan itu. "Tante aku mau pulang," katanya hampir terisak. Aku tidak bisa memaksanya tetap ikut menonton pertunjukkan ini. Ya sudah, aku hubungi mas Sudi untuk menjemput Gendis kembali. Tak lama malah bapaknya muncul. Rupanya Gendis mengsms bapaknya juga, minta di jemput.
Bapaknya Gendis datang dengan temannya, Lipi, seorang seniman perempuan dari Bangladesh. Lipi begitu antusias ketika diberi tahu soal pertunjukkan puppet yang akan kami tonton bersama. Ada tiga tiket menganggur di tanganku. Sepertinya sebelum pertunjukkan dimulai aku harus jadi 'calo' dulu nih. Aku akan merasa berdosa jika tiga tiket ini nganggur sia-sia di tanganku. Beberapa menit kemudian datanglah Dua orang yang ingin sekali menonton namun sudah kehabisan tiket. Penjaga tiket memberitahukan pada mereka bahwa aku masih punya tiga tiket menganggur. Akhirnya hanya satu tiket saja di tanganku. Berharap masih ada yang membutuhkannya sebelum waktu pertunjukkan di mulai.
Sampai Pk. 19.45 tak ada penonton susulan yang datang. Pemandu perjalanan bernama Wulang Sunu, meminta para penonton yang berjumlah 19 orang itu untuk masuk ke dalam bis, karena pertunjukkan bukan di Kedai Kebun, namun di sebuat tempat yang sangat dirahasiakan. Persis seperti perjalanan wisata, Sunu menjelaskan hal-hal menarik yang di lewati sepanjang jalan, termasuk warung angkringan favoritnya dengan menu sate usus kesukaannya. Mini bus membawa para penonton masuk ke jalan Imogiri dan berhenti di sebuah toko barang antik yang lebih menyerupai gudang. Rasanya agak janggal, mengunjungi toko barang antik di malam hari dengan penerangan lampu TL yang membuat barang-barang antik itu terlihat sangat tua dan muram. Salah satu pengelola toko datang menyambut tamu-tamu dan sibuk mempromosikan mebel-mebel antik yang ada di situ. Tidak ada tanda-tanda pertunjukkan akan di gelar di tempat itu. Sunu kemudian mengajak penonton untuk kembali menaiki bis. Masih ada barang antik lainnya yang bisa di tengok di gudang belakang, hanya saja jalan menuju ke gudang itu tergenang air. Aku perhatikan Lipi yang duduk di sebelahkan. Dia tampak penasaran dalam diamnya. selanjutnya baca di sini
Comments