Skip to main content

Tak Asal Menjilid Buku

foto di link dari twitpic @inisheil

Ini hobi yang unik. Biasanya, penjilidan buku dikerjakan oleh percetakan atau orang-orang yang ahli di bidangnya. Kita, sebagai pembaca, lebih senang mendapatkan buku utuh yang sudah terjilid rapi. Tapi Tarlen Handayani dan rekan-rekannya malah menjadikan penjilidan buku sebagai hobi.
Teknik menjilid atau membundel buku yang didalami pengelola Tobucil sejak dua tahun lalu ini dikenal dengan sebutan book-binding. Awalnya, teknik ini yang dikembangkan oleh orang Eropa dan Amerika pada abad pertengahan, untuk menyatukan lembaran-lembaran manuskrip.
Ada sejumlah alasan mengapa Tarlen sangat suka book-binding. Salah satunya, buku yang dihasilkan jadi lebih mudah dibuka dan tidak gampang jebol. “Saya senang menulis buku harian, dan saya suka buku yang (kalau dibuka) bisa rata. Menulisnya jadi leluasa, dan gak takut jebol,” kata Tarlen.
Tarlen punya kebiasaan sejak kecil membuat sendiri buku hariannya, karena sulit menemukan buku yang lembarannya polos, tidak bergaris. Gara-gara itu, sejak kecil, dia sengaja membeli lembaran kertas polos, memotongnya sendiri, lalu membawanya ke tempat fotokopi untuk dijilid menjadi buku.
Saat itu dia memang belum bisa menjilid sendiri. Tapi Tarlen sudah takjub pada teknik ini. Dia pernah melihat salah satu buku koleksi ayahnya yang dijilid dengan cara dijahit. Tapi kala itu dia tidak tahu apa nama teknik itu. “Saya pingin yang dijahit-jahit kaya gitu, tapi enggak tahu gimana caranya,” kata dia.
Cita-citanya kesampaian ketika mendapat beasiswa Asian Cultural Council di New York, Amerika Serikat, pada 2008. Saat itu dia tengah menjalani observasi pengembangan komunitas, bagian dari program beasiswanya. Seorang teman yang ditemuinya di Crafty Days di Brooklyn menyarankan agar dia menyambangi studio Etsy, komunitas pembuat kerajinan tangan.
Tarlen sempat ditawari mengajar di Etsy dan ia memilih mengajarkan origami. Koordinator kelas berniat membayarnya. Tapi, karena mendapat beasiswa, dia tak boleh menerima uang. Akhirnya honor diganti dengan kesempatan ikut kelas secara gratis. Dia pun memilih kelas book-binding. “Dari dulu saya pengen belajar itu, tapi di Indonesia gak ada,” kata Tarlen.
Tarlen menuturkan, dari sejumlah literatur yang dikumpulkannya sendiri, pola yang muncul di punggung buku bisa bermacam-macam. Dia sendiri saat ini baru menjajal 10 teknik. Satu di antaranya, pola temuannya sendiri.
Tapi ada satu teknik yang saat ini tengah dipelajarinya dengan serius, yakni teknik caterpillar-binding. Tarlen menuturkan, pola jahitan di punggung buku itu nantinya terlihat seperti tengah dihinggapi ulat kaki seribu. “Itu yang pingin saya coba,” kata dia.
Saat hendak mempraktekkannya selepas kembali ke Tanah Air, dia mulai menemukan masalah baru. Ternyata semua bahan yang diperlukan untuk mengerjakan book-binding tidak tersedia di Indonesia. Tidak putus harapan, Tarlen nekat mencobanya dengan bahan-bahan seadanya.
Benang, misalnya, yang standarnya menggunakan benang linen berlapis lilin, digantinya dengan benang kulit sintetis yang ia balur dengan lilin dari madu. Begitu pun jarum, digantinya dengan jarumtapestry--jarum dengan lubang benang yang ukurannya lebih lebar. Paku untuk melubangi kertas pun dibelinya di tukang sepatu.
Salah satu cara melatih teknik book-binding dilakukannya dengan membuat buku setebal 64 ribu halaman, yang tersusun atas lebih dari 500 bundel buku kecil berukuran 5x4 sentimeter. Tarlen menghitung, butuh waktu lebih dari 40 jam untuk menyatukannya.
Buku dengan tebal tak lazim itu sempat dipamerkannya bersama tiga teman di Toko 347 Bandung pada Februari lalu. Dengan hobinya itu, Tarlen membantu sejumlah temannya membuat buku unik. Misalnya, dia membantu menjilidkan 50 buku kumpulan sketsa arsitektural karya kawannya yang sengaja diterbitkan untuk merayakan hari jadinya yang ke-50. Juga buku edisi khusus Bredel 1994yang diterbitkan Aliansi Jurnalis Independen Bandung.
Hingga kini, Tarlen belum menemukan kawan “senasib” di Indonesia yang menggeluti teknik itu. Dia iri kepada pehobi yang sama di luar negeri, yang rutin unjuk gigi memamerkan karyanya bak karya seni. Di sejumlah universitas, bahkan book-binding menjadi materi di program Master Art Book. “Termasuk ada beberapa profesor yang spesialisasinya itu,” kata Tarlen.
Tarlen sempat menjajal berbagi hobi barunya dengan membuka kelas khusus bagi mereka yang hendak mencoba book-binding di Tobucil. Sayangnya, tidak bertahan lama. “Pernah bikin (kelasnya), tapi buat pemula, yang dasar banget. Tapi orang-orang pinginnya langsung bikin yang (rumit), padahal ada logika dasar yang harus dimengerti dulu,” kata dia.AHMAD FIKRI

Tulisan ini di reblog dari Koran Tempo, Minggu 1 Juli 2012

Comments

Adeayu Hadijah said…
waaaah keren banget kaa..
terinspirasi jadinya pengen belajar jugaa..
http://mylittlecreambutton.blogspot.com/
Dwi Ananta said…
Mbak Tarlen keren >.<
Ratih Sari said…
wow,, baru tau, mbak,, semangat terus di dunia book-binding ya, mbak tarlen,, :)
Cicilia said…
Mba aduh keren banget..... Aku mau banget ada kesempatan belajar di luar hiks hiks hiks.
Bikinan Jari said…
kuerennn.............
jadi inget, mba tarlen mau nanya ws di MSL bulan agustus jadi ngga? mesti daftar dmna ya?
vitarlenology said…
terima kasih semua.. :)

workshopnya jadi.. nanti diumumin teknis pendaftarannya gimana...
Saya masih belum bisa-bisa coptic binding-nya, Sheni yang semula mau mengajari saya sudah balik ke Bandung juga :'(
Yuanita Tacik said…
kalau mbak tarlen di surabaya pasti sering aku ributin buat ajarin ini-itu, sayang mbak tarlen di bandung. ayo semangat mbak....
Unknown said…
mbak aku mau belajar jugaa :'(
ayo kapan ke Surabaya =D
Administrator said…
Kalo di Surabaya gak ada kelasnya, ayo kita buka kelasnya di Surabaya ini... aku di Sukolilo, ada yang deket-deket sini gak?
Administrator said…
Di Surabaya ayo kita buat kelasnya yuk...

Popular posts from this blog

Giveaway: Sepuluh 'Vitarlenology's Visual Diary Pocket Book' Hanya Buat Kamu :)

  Halo teman-teman semua. Menjelang ulang tahunku, aku ingin bagi-bagi hadiah buat teman-teman semua. Ada sepuluh pocket book buatanku yang akan aku bagikan cuma-cuma. Pocketbook ini covernya diambil dari foto-foto jepretanku dari koleksi NYC visual diary. Aku ingin berbagi kesan mendalamku tentang NYC pada teman-teman semua lewat pocket book ini.  Caranya: silahkan tulis komentar apapun di postingan ini dan yang belum follow, silahkan follow dulu biar bisa ikutan giveaway ini. Aku tunggu paling lambat tanggal 30 Maret 2011, Pk. 24.00 WIB. Sepuluh orang yang beruntung akan mendapat kiriman pocket book ini dariku..  Oya, giveaway ini terbuka bagi seluruh penghuni planet bumi ini hehehhe.. alias selain orang Indonesia boleh ikutan juga kok.. :) Salam hangat,  tarlen

Giveaway: Siapa Mau Benang-benang Rajut?

Karena berdagang benang rajutan di tobucil , aku punya banyak sisa gulungan benang yang kecil-kecil. Biasanya gulungan-gulungan sisa benang ini dibagikan saat Crafty Days dan selalu jadi rebutan banyak orang. Aku sengaja meyimpan sekarung sisa gulungan benang yang lucu-lucu ini, khusus untuk teman-teman semua. Bagi yang berminat silahkan follow blog ini  dan tuliskan komentarnya dipostingan ini tentang: apa yang akan teman-teman buat dengan benang-benang ini . Komentar yang masuk akan dipilih karena aku hanya menyediakan 3 paket  berisi aneka benang-benang cantik untuk teman-teman semua . Giveaway ini hanya berlaku untuk teman-teman yang berdomisili di Indonesia saja, ya. Komentar terakhir aku tunggu sampai tanggal 11 Juli 2010. xoxo tarlen

Catatan Produksi: Menentukan Batas Waktu Pengerjaan

Mulai Januari, meski mulainya di detik-detik terakhir _ aku akan mencoba berbagi catatan tentang produksi dan seputar pengalaman menjadi seorang bookbinder yang memiliki brand 'vitarlenology.' Ini bukan berarti sietem produksiku lebih baik dari yang lain, bukan. Ini justru menjadi catatan buatku sendiri yang mungkin berguna buat orang lain, untuk saling belajar dan berbagi pengalaman sebagai seorang 'crafter' dan 'book binder'. "Berapa lama ya perngerjaannya?" atau "Selesainya kapan ya mba?" pernyataan yang sangat lazim ditanyakan kosumen, ketika mereka memesan produk buatan kita. Dulu aku menjawabnya sesuai dengan waktu minimal yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Misalnya aku bisa selesaikan dua hari ya aku jawab dua hari, tiga hari, ya aku jawab tiga hari. Tapi ternyata jawaban ini buatku sungguh merepotkan. Bayangkan saja, jika ada konsumen pesan di hari senin, aku akan menjawab notebooknya akan selesai dikerjakan di hari kamis....